Selasa, 21 Mei 2013

Fakultas Dakwah memang Berbeda

 

          Ada tatacara perijinan berbeda di Fakultas Dakwah UIN Sunan Kalijaga dari ke enam Fakultas lainnya. Sistem baru ini mulai diberlakukan pada awal tahun 2013, tepatnya pada semester genap. Jika ingin izin tidak masuk kuliah mahasiswa tidak lagi izin melalui dosen, melaikan langsung ke bagian TU (Tata Usaha). Proses perijinan memiliki beberapa tahap, melalui TU, kajur, lalu bagian kemahasiswaan (PD III). Hal ini membuat sebagian besar mahasiswa mengaku bahwa prosedur baru itu lebih repot dari pada biasanya, bahkan mereka sempat binggung pada awal ditetapkannya kebijakan baru tersebut.

         Menanggapi hal ini Pembantu Dekan III Sri Harini, “ini mempunyai tujuan diantaranya agar lebih menertibkan mahasiswa dalam perkuliahan, dan pihak fakultas ingin berlaku lebih tegas dalam masalah absensi, prosedur perijinan ini dirubah dengan sederhana, meminta form di TU atau dapat mendownload langsung di web uin-suka.ac.id “ tegasnya saat ditemui ditempat. Tentang surat ijin yang harus sampai ke kajur dan bagian kemahasiswaan adalah kewajiban TU. Selama ini sebagian mahasiswa yang kurang bertanggung jawab kuliahnya, terkadang sering bolos dengan alasan sakit yang kurang jelas, perijinan yang tidak disertai surat dan lain sebagainya.

        Menurut Sayyeda Anni Madliyah Mahasiswa Komunikasi Penyiaran Islam angkatan 2012, “ perijinan seperti ini sangat merepotkan mahasiswa harus kesana-kesini. Jika hanya di TU saja sebenarnya tidak apa-apa” ujarnya saat ditemui reporter Buletin Bukit. Menurutnya banyak dosen yang kurang setuju dengan kebijakan ini.

        Kebijakan seperti ini menjadikan mahasiswa repot dalam Masalah presensi 75%, mungkin sudah merupakan hal yang umum di kalangan mahasiswa di berbagai universitas. Hal ini dikarenakan presensi kehadiran minimum 75% merupakan ketetapan dari kementrian pendidikan nasional (kemendiknas). Tetapi setiap universitas tentu memiliki kebijakan yang berbeda tentang tata cara absensi mahasiswanya. Batas minimum presensi sering dijadikan syarat mahasiswa dapat mengikuti ujian semester. Peraturan ini juga ditetapkan pihak UIN Sunan Kalijaga mengharuskan mahasiswa memiliki presensi kehadiran minimal 75%, dalam setiap mata kuliah selama satu semester.

       UIN sunan Kalijaga mempunyai kebijakan absensi mahasiswa, tentang tata cara perijinan tidak masuk kuliah. Mahasiswa yang tidak dapat mengikuti perkuliahan biasanya memakai surat yang diberikan pada dosen pengampu mata kuliah bersangkutan. Terkadang Mahasiswa juga bisa menitipkan surat ijin melalui teman sekelas. Hal ini merupakan peraturan yang sudah umum dijalankan oleh setiap pihak fakultas di kampus, demikian universitas lain sebagian besar mempunyai kebijakan semacam itu. Ada juga kebijakan dari dosen yang memperbolehkan mahasiswa ijin lewat sms.

      Pihak Fakultas berkeinginan meningkatkan kejujuran, kedislipinan dan tanggungjawab mahasiswa agar menjadi lebih baikdengan cara melakukan prosedur perijinan yang bisa langsung ke dosen seperti tahun-tahun kemarin


[Salimatun Nikmah]

Persiapan PEMILWA Simpang siur ?




UIN SUNANKALIJAGA- Merupakan salah satu universitas Islam Negeri  yang terdapat di  Yogyakarta. Sosialisai  Pemilihan mahasiswa yang akan dilaksankan pada 3 juni 2013 ternyata belum maksimal  terbukti masih banyak mahasiswa yang belum tau akan kapan dilaksanakan dan fungsi pemilwa itu sendiri.
Sungguh sangat ironis sekali jika melihat kenyataannya ketika tinggal hitungan minggu sudah mendekati pelaksanaan pesta demokrasi mahasiswa UIN Sunan Kalijaga ternyata masih banyak mahasiswa yang belum paham tentang pemilwa ini, jika seperti ini maka nilai-nilai yang terkandung dalam proses pemilwa  akan terasa sia-sia. Padahal jika kita melihat fungsi dari pemilwa itu sendiri sungguh sangat menyedihkan jika Mahasiswa kurang pemahami peroses pembelajaran dari pemilwa tersebut. Ada beberapa fungsi dari pemilwa diantaranya menjalankan Demokrasi politik kampus, memberikan sarana kepada Mahasiswa  dalam menggali potensi diri untuk berpolitik secara sehat dan untuk menentukan masadepan kampus apakah maju, stagnan di tempat atau bahkan mundur.
Dari permasalah tersebut Reporter Bukit mencoba untuk mewawancarai beberapa mahasiswa Fakultas Dakwah. Puput inawati sejati Mahasiswa KPI Angkatan 2011 mengungkapan,” Sosialisasi tentang pemilwa belum maksimal karena hanya melalui spanduk tidak di beritahukan secara lisan sehingga mahasiswa tidak paham akan pemilwa itu sendiri,. Namun meski saya kurang paham akan pemilwa ini ada secerca harapan kepada teman-teman yang akan maju untuk pemwakili asprasi teman-teman mahasiwa agara benar-benar tahu akan tanggung jawabnya sebagai pemimpin tidak semata-mata ingin meraih jabatan saja”. Hal yang serupa juga di ungkapan oleh Rahman Rifki Mahasiswa MD Angkatan 2011 “saya kurang paham akan maksud dan tujuan pemilwa itu sendiri karena menurut saya sosialisai yang diberikan kepada pihak KPUM tidak maksimal karena tidak melalui lisan”. Berbeda dengan Fatul Rohman mahasiswa KPI angkatn 2012 yang mengungkapkan” sepertinya masih banyak kekurangan yang perlu diperbaiki oleh pihak yang di beri tanggung jawab untuk menjalankan atau memimpin pelaksanaan pemilwa seperti KPUM dan masih banyak kejanggalan yang perlu di perbaiki seperti ketidaktransparannya pembukaan pendaftaran calon anggota KPUM yang seharusnya bisa di ikuiti oleh semua Mahasiswa dan maju-mundurnya pelaksanaan pemilwa yang membuat antusias mahasiswa berkurang.”
Dari keterangan teman-teman mahasiswa diatas bahwa sudah jelas sekali jika pihak yang diberikan wewenang oleh pihak Rektorat seperti KPUM untuk melaksankan pesta demokrasi mahasiswa ini belum bekerja secara maksimal karena masih banyak teman-teman mahasiswa yang belum paham akan fungsi dan tujuan dari pemilwa itu sendiri.

Aziz – Anya’

Pancasila?



“Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi”. Firman Allah dalam sebuah surat Al-Baqoroh. Ternyata seorang kholifah itu adalah kita (manusia). Tentunya seorang yang berpengetahuan dan bertanggung jawab merupakan kunci dari sebuah pemimpin. Siapapun orangnya jika tidak memiliki kedua hal tersebut, pasti tidak akan pernah bisa menjadi seorang pemimpin.
Pemimpin merupakan orang yang berani berada di depan ketika semua orang ketakutan. Hanya orang-orang pilihanlah yang bisa menempati posisi tersebut. Orang yang benar-benar telah mempunyai bekal sejak dini, mempunyai nyali bukan ambisi dan orang-orang yang beriman tentunya. Kita sering mendengar istilah, jika seseorang sudah menduduki kursi panas pasti akan lupa segala hal yang sudah menjadi misinya. Yang ada hanya ambisi untuk tetap menjabati kedudukan tersebut dan meraip uang sebanyak-banyaknya. Orang-orang tersebut merupakan orang yang terkikis pengetahuan serta imannya.
Sebelum menjadi seorang peminpin ia pro rakyat, setelah menjabat malah menjadi kontra rakyat. Semua janji yang pernah ia katakan kini menjadi sebuah bualan omong kosong. Kejadian demikian inilah yang musti kita perbaiki. Tahun 2013 kita buatdan kita godok kader-kader muda supaya anti dan tebal dengan kegiatan menyimpang seorang pemimpin. Jadikan kader yang berpengetahuan, tanggung jawab, jiwa nasionalisme tinggi dan beriman.
Sebenarnya menjadi seorang pemimpin akan terasa mudah jika sudah mengetahui dan mengamalkan nilai-nilai luhur dari pancasila. Dasar negara kita itu ternyata mempunyai nilai-nilai luhur, apabila dikaji akan memunculkan banyak penjelasan. Dalam istilah kitab kita mengenal tafsir. Yaitu kitab yang menerangkan atau mengkaji terhadap satu kitab yang lain. Nah pancasilapun perlu kita tafsiri supaya kelak jika menjadi pemimpin kita akan menjadi seorang pemimpin yang benar-benar pemimpin.
Sila pertama menerangkan tentang tuhan. Hanya orang-orang yang berkeyakinan kuatlah yang bisa melakukan hal tersebut. Orang percaya pada sesuatu yang Maha berarti menganggap dirinya masih dibawah sempurna. Sebab dia mengakui bahwa ada yang lebih dibandingkan dengan dia. Seorang pemimpin jika memiliki sikap demikian berarti ia adalah pemimpin yang mau dikritik. Dia sadar bahwa dirinya jauh dari kesempurnaan dan dia juga mau mengubah hal tersebut. Sebuah kepimpinan demokrasi akan terwujud dari sikap yang demikian.
Sila kedua menjelaskan tentang tanggung jawab dan akhlak. “Kemanusiaan yang adil dan beradab”. Sang pemimpin adil merupakan pemimpin dambaan rakyat. Berani menyalahkan pada yang salah dan berani membenarkan pada sesuatu yang memang benar. “Adil” mempunyai banyak tafsiran. Diantaranya, tidak berat sebelah, melaksanakan tugas sesuai dengan jabatannya, dan tak mau menerima apa yang tidak menjadi haknya.
Sila selanjutnya menganjurkan supaya adanya rasa persatuan. Sang pemimpin akan menjadi lebih baik jika ada rasa saling merasakan apa yang dirasakan bawahan. Pemimpin tidak harus selalu bertempat di atas atau di kursi panasnya saja. Sesekali terjun ke masyarakat dan merasakan apa yang dirasakan masyarakatnya merupakan hal sepele yang perlu dilakukan. Terjun langsung akan membuat rasa persatuan yang besar, sebab rakyat akan semakin merasa dirinya memang diperhatikan oleh pemimpin. Mereka bisa merasakan betapa dekat sang pimpinan dengan dirinya.
Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan. Sila tersebut menjadi pengingat bahwa sebuah komunitas apapun komunitas tersebut mesti ada sosok pemimpin yang mengomandonya. Tanpa adanya sang pengarah atau apapun sebutannya pasti komunitas tersebut tidak akan bisa berjalan. Entah sadar atau tidak kejadian tersebut bisa terjadi secara alami. Lihat saja ketika adik-adik SD sedang bermain, pasti ada salah satu diantara mereka yang menonjol dan mengarahkan yang lainnya. Sang pemimpin akan menyadari bahwa dirinya itu memang diperlukan dalam sebuah komunitas. Sila yang menyadarkan diri sendiri. Jika diri ini pribadi yang siap memimpin maka jangan ragu untuk melakukan aksi, tetapi jika diri ini merasa bukan pribadi pemimpin maka persiapkan diri untuk dipimpin.
Sila selanjutnya adalah “Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”. Sila yang menjadi pedoman bagi pemimpin untuk mementingkan kemaslahatan ini menjadi sila penutup. Setiap pemimpin jika sudah memenuhi setiap hal dari sila satu sampai emapat tentunya akan tahu dengan sendirinya bahwa tanpa terciptanya kemaslahatan pasti tak akan ada kedamaian sejati. Kedamaian yang sejati akan dirasakan jika setiap unsur yang ada dalam sebuah komunitas tidak ada yang merasa dirugikan. Kepentingan sosial mempunyai nilai lebih ketimbang kepentingan individu. Jiwa sosialispun perlu dimiliki oleh pemimpin. Dengan jiwa tersebut sang pemimpin akan jauh lebih mendahulukan kepentingan sosial demi kemaslahatan sebuah kelompok yang ia pimpin.
Sebentar lagi akan ada pemimpin baru bagi kita. Semoga si pemimpin bari tersebut adalah orang yang faham dengan panca sila, dengan begitu ia akan menjadi seorang pemimpin yang benar-benar pemimpin sejati. Siapun dia, dari mana, dan bagaimanapun kondisi ekonominya jika dia adalah orang yang tahu betul akan hal-hal tadi pastilah layak menduduki kursi kepemimpinan.

Kacamata media masa cetak




Salam cinta sahabat bukit,,,,,
Bagi yang suka menulis, Ini nih bukit punya tips agar tulisan kita tidak hanya menjadi koleksi pribadi. Tapi, bermafaat bagi orang lain.   Mau tau caranya? Ya….salah satunya melalui media masa cetak. Tapi tak hanya terkadang, tulisannya udah bagus, judulnya menarik , aktual dan faktual, pilihan diksinya oke, pokoknya sudah sesuai bobot tulisan di koran koran dah, masih aja ditolak oleh redaksi bikin greget gak sih? Hehhee,,,santaeee, kagak usah emosi apalagi putus asa, mungkin ada satu yang belum kita pahami yaitu kurang tepat sasaran dalam mengirim  tulisan.
Sutirman Eka Ardhana, Redaktur Kedaulatan Rakyat sekaligus Dosen Hukum dan Etika Jurnalistik, UIN Sunan Kalijaga mengatakan “Kalau Anda ingin mengirim tulisan, seperti artikel, esai, dan lainnya, maka sesuaikanlah dengan gaya, warna dan kecenderungan pilihannya. Bila tulisan Anda tidak sesuai dengan gaya, warna dan kecenderungan temanya, maka sudah pasti tulisan Anda akan ditolak.
Untuk mengantisipasi kejadian tersebut, bukit ada bocoran nih dari buku “Menembus KORAN” cara jitu menulis artikel layak jual karya Bramma Aji Putra. Gak usah dipelototin, hehhee dibaca aja sambil ngopi atau apalah, yang penting enjoy tapi harus dipraktekkan lho ya,,,,,hehehe….
  • ·         SKH Kedulatan Rakyat
Nama Rubrik : Suara Mahasiswa
Hari tayang :Selasa
Tema : Bebas, artinya tema tulisan terserah pada kita, tidak ditentukan pihak redaksi.
Meski bebas biasanya topik yang disukai oleh redaktur pendidikan Kedaulatan Rakyat untuk kolom suara Mahasiswa tak jauh jauh dari soal pendidikan . Semacam tulisan kritis tentang pelaksanaan uijian nasional  misalnya. Tapi memang, isu isu aktual kerap dimuat dalam rubrik ini.  Bahkan tema tema tentang politik yang sedang berkembangpun memiliki probabilitas dimuat cukup besar, apalagi berita terkait  kota Yogyakarta.
Tips : Untuk membuat tulisan yang memiliki peluang besar dimuat dalam rubrik ini , anda bisa mengawali artikel dengan uraian yang diambil  dari berita SKH Kedaulatan Rakyat. Bahkan  tak masalah anda menggunakannya untuk satu paragraph. Yang penting anda cantumkan tanggal berita. Misalnya,
“ menyedihkan. Begitulah wajah dunia pendidikan di kota Yogya. Betapa tidak, ribuan ijazah illegal alias palsu diobral murah. Seperti yang diberitakan Kedaulatan Rakyat (11/3) bahwa……”terus sambung dengan pikiran anda sendiri. Jangan lupa sebisa mungkin beri solusi yang dapat ditawarkan!)
Panjang tulisan : 2.500 – 3.000 karakter atau 2-3 halaman kwarto spasi ganda.
Pengiriman :Print out, kirim langsung ke  KR di jalan Angeran Mangkubumi No. 40 Yogyakarta 55232.
Honor : Rp. 75.000, dapat diambil langsung atau melalului via rekening.
  • ·         Harian Jogja ( Harjo)
Nama rubric : Suara Mahasiswa
Hari tayang : Selasa
Tema : tematik. Tema ditentukan pihak redaksi.
Panjang tulisan : 3.500 karakter
Tips : Bahasa sederhana. Ada dua tempat yang disediakan tiap minggunya. Karenanya probabilitas tulisan anda dimuat dalam kolom ini cukup besar.
Pengiriman : Via email ( redaksi@harianjogja.com.) atau diantar langsung. Jangan lupa sertakan foto. Dateline pengiriman tiap hari senin pukul 12.00 siang.
Honor : Rp. 50.000  ( dapat diambil langsung atau melalui via rekening)
  • ·          Suara merdeka
Nama  rubric : Debat Mahasiswa
Hari tayang : Sabtu
Tema:  Tematik, ditentukan oleh pihak redaksi. Tiap tema biasanya digunakan dua sampai tiga pekan.
Panjang tulisan : 2.000 – 2.500 karakter
 Rubrik ini buatlah judul tulisan yang terdiri dari dua kata maksimal tiga kata. Judul dibuat langsung berdasarkan ide pokok yang anda tawarkan. Rubric ini tak menghendaki  tulisan yang bertele tele.
Pengiriman : via email ke kampus_sm@yahoo.com. Sertakan scan kartu mahasiswa dan foto.
Honor : Rp. 175.000 ( potong pajak 5 persen). Dapat diambil langsung  ke kantor perwakilan suara merdeka di jalan Namburan  ( alun – alun selatan ke Timur). Jika berada di daerah Semarang, pengambilan uang dapat dilakukan di kantor pusat Suara Merdeka Jalan Pandanaran No. 30, Semarang 50241. Telp redaksi : (024) 6580900. Faks. (024) 6580605. Selai itu pengambilan uang juga dapat dilakukan melalui via rekening.

            -Ci’neng-

Sekilas Tentang Bu Alimatul Qibtiyah

Alimatul Qibtiyah, perempuan kelahiran  Ngawi Jawa Timur September 1971. Alim, orang-orang memanggilnya putri ke-lima dari sembilan bersaudara pasangan Bapak Bajuri dan Ibu Rifangati. Pada usia lima tahun dia diasuh oleh pamannya yang tinggal di Madura. Harus berpisah dengan orang tua kandung mengajarkannya kehidupan keras dan mandiri. 
Menginjak usia remaja kemudian malanjutkan ke sekolah agama di Madiun. Walaupun dengan kehidupan yang terbatas, di sekolah dia menjual makanan kecil kepada teman-teman sekelasnya. Dia lulusan terbaik kedua di Sekolahnya. Kemudian ditawari bibinya yang datang dari Amerika memintanya untuk menjadi babysister, dia sangat senang sekali tetapi tidak jadi dan bibinya memberi uang 50 ribu untuk ongkosnya pulang ke rumah.
Dia berfikir apa harus pergi ke Jakarta untuk bekerja, tetapi dia mengurungkan niatnya dan ingin melanjutkan sekolahnya di Yogyakarta. Akan tetapi orang tua tidak mempunyai biaya dan akhirnya paman dan orang tua kandungnya mengumpulkan uang . Yang paling dia ingat saat ibunya menjual perhiasan yang dimiliki dengan sepada untuk biaya masuk ke IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.
Dengan penuh tekat dia ingin belajar, tidur di kamar yang sangat kecil dan tidak pernah dipakai oleh pemiliknya, temboknya berlumut, sempit, dan hanya beralas tikar. Dengan biaya yang sangat terbatas dia menyambinya dengan menerima jasa ketikan teman-teman sekelasnya. Bermodalkan dari mesin ketik yang diberi oleh seseorang kepadanya. Dan mengajar privat ngaji di sebuah keluarga . Begitulah dia menyambung kebutuhannya dengan biaya hidup yang terbatas. Cukup membantu pada semester tiga dia mendapatkan beasiswa super semar sampai lulus.
Tahun 1995 lulus dan menjadi dosen di Universitas yang sama pada tahun 1996. Menikah dengan Susanto Seorang insinyur perminyakan pada tahun 1997.
 Dia melanjutkan studinya mengambil jurusan Psikologi Sosial di Universitas Gadjah Mada. Tak hanya itu, tahun 2003 dia juga mendapatkan beasiswa S2 di Univerrsity of Northern Lowa in Cedar Falls, USA. Bertepatan saat idul fitri dia mempresentasikan tesisnya dalam keadaan hamil tua menggalami kontraksi 15 menit sekali, kemudian diumumkan bahwa dia mendapatkan nilai A untuk tesisnya. Setelah semuanya selesai dan dia pergi kerumah sakit dan anak keduanya lahir. Dia mendapatkan gelar PhD di University of Western of Sydney, Australia.
Di didik oleh pamannya yang bersikap aligater,  dan kesukaannya dalam meneliti tentang persoalan gender untuk menjadikan kehidupan perempuan yang lebih baik. Dan sekarang menjadi sebuah ideologi baginya untuk memperjuangkan hak-hak wanita. Saat ini dia aktif di organisasi perempuan  Aisyiah Yogyakarta dan dosen di Universitas Islam Negeri Yogyakarta. Mimpinya tak ingin bermuluk-muluk untuk menjadi Menteri pemberdayaan perempuan, hanya ingin menjadi staf ahli pemberdayaan perempuan. Sosok yang sangat menginspirasi bagi para perempuan indonesia.

Ira Ambar

RAHASIA DI BALIK TUGU HINGGA KRATON


Oleh: Muhammad Adi Nugroho*

Siapa yang tidak tahu Yogyakarta? Kota yang lekat dengan predikat kota pelajar dan kota budaya.  Kenyamanannya terwujud dari jargonnya, “Yogyakarta Berhati Nyaman”. Kota yang memiliki sejarah panjang yang bermula dari era Majapahit – Demak – Pajang – Mataram Islam – yang pada akhirnya sampai pada Ngayogyakarta Hadiningrat. Kota ini mengusung tinggi konsep “memayu hayuning bawono”. Konsep yang selama ini diartikan sebagai suatu upaya dalam mencapai keselamatan dan kesejahteraan hidup di dunia melalui penciptaan keselarasan tatanan hidup antar sesama manusia dan Tuhan. Begitu pula dengan tata letak bangunan yang ada di kompleks kraton dan sekitarnya, juga memperhitungkan aspek filosofi, khususnya kosmologi semesta, hubungan manusia dengan mausisa, manusia dengan alam, dan manusia dengan Tuhan.
Salah satu contoh yang mengusug konsep “memayu hayuning bawono” adalah, Tugu Yogyakarta sampai dengan Kraton. Tugu Yogyakarta yang terletak di sebelah utara Kraton Yogyakarta merupakan batas utara Kota Yogyakarta. Tugu ini dibangun  oleh Sri Sultan Hamengkubuono I, pada tahun 1756, dengan bentuk Golong – Giling ( golong=berbentuk bulat, pada bagian atas;giling=berbentuk pilar yang meruncing ke atas). Menurut Muhammad, salah seorang pengelola Kraton Yogyakarta, Golong – Giling mempunyi makna flosofis habluminallah (hubungan manusia dengan Tuhannya) dan habluminnannas (hubunan manusia dengan manusia). Pada tahun1867 terjadi gempa bumi yang menyebabkan, bangunan ini megalami kerusakan yang cukup berat. Kemudian pada tahun 1889 bangunan ini di pugar oleh Sri Sultan  Hamegkubuono VII, tapi bentuknya diubah seperti tugu yang kita lihat sekarang ini.
Keindahan bangunan ini tidak berhenti sampai di Tugu Yogyakarta saja. Akan tetapi ada lagi jalan sepanjang 2 km yang menghubungkan tugu dngan kraton. Jalan ini juga memiliki makna filosofis yang tetap megusung konsep “memayu hayuning bawono”. Makna filosofis dari jalan ini bukan teretak pada bangunan jalannya, teapi tersirat dari nama jalannya. Ada empat nama jalan yang menghubungkan tugu Yogyakarta sampai dengan Kraton. Nama jalan itu adalah Jl. Margo Utomo – Jl. Malioboro – Jl. Margo Mulyo – Jl. Pangurakan.
Budaywan Emha Ainun Nadjib – ketika saya mendengar dan melihat “orasi budayanya” pada acara Panghargyan 1 Abad Sri Sultan Hamengkubuono IX, 12 April 2012 – meberikan interpretasi mengenai makna filosofi yang tersirat dari keempat jalan ini.
1.      Margo Utomo (sekarang Jl. Pangeran Mangkubumi)
Jalan ini dimulai dari tugu sampai dengan rel kreta apai (stasiun tugu). Secara etimologis kata margo utono ini berasal dari kata margo (margi/mergi) yang berarti jalan. Sedangkan utomo berarti utama. jadi margo utomo ini berarti jalan keutamaan. Makna secara filosofisnya adalah manusia harus mengerti keutamaan dan berjalanlah dalam kebaikan, jadi harus bias memilih mana yang baik dan buruk.

2.      Jalan Malioboro
Jalan ini dimulai dari rel kereta api sampai Toko Batik Terang Bulan. Malioboro ini berasal dari kata malio yang berarti jadilah wali. Seperti orang yang di suruh membuat warung,  maka pereintahnya adalah mrungo. Begitu pula dengan malio, orang disuruh untuk menjadi wali. Kemudian boro, yang berasal dari kata ngumboro (mengembara). Jadi makna Malioboro secara etimologis adalah jadilah wali yang mengembara. Setelah memilih jalan keutamaan (margo utomo), hendaklah ikuti ajaran wali dan jadilah wali dengan menyebarkan ajaran para wali, sebagaimana pengembara yang berjalan untuk menerangi kehidupan umat manusia.

3.      Jalan Margo Mulyo (sekarang Jl. Ahmad Yani)
Jalan ini dimulai Toko Batik Terang Bulan sampai titik 0 km (perempatan kantor pos besar). Kata margo mulyo berasal dari kata margo yang berarti jalan, seperti yang sudah diungkapkan di atas, sedangkan mulyo berarti kemuliaan. Secara etimologis margo mulyo berarti jalan kemuliaan. Setelah menemukan keutamaan hidup dan mengajarkan kebaikan menurut ajaran wali, maka akan diperoleh jalan kemuliaan.

4.      Pangurakan (sekarang Jl. Trikora)
Jalan ini dimulai dari 0 km (Kantor pos besar) sampai alun – alun utara keraton. Pangurakan berarti menolak, membuang, mengusir. Secara filosofis pangurakan berarti melepaskan hawa nafsu yang berhubungan dengan keduniaan.
Setelah melewati keempat jalan itu sampailah ke Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat. Seseorang calon raja yang sudah bisa menempuh keempat  jalan itu pada akhirnya akan jumenengan di Bangsal Manguntur Tangkil (tempat singgasana raja). Uniknya lagi, tugu sampai dengan kraton (singgasana raja) berada dalam satu garis lurus /simetris (imajiner), yang bermakna seorang sultan akan selalu mengingat rakyatnya.
@@@
Diolah dari: Heryanto, Fredi. 2009. Mengenal Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat. Yogyakarta: Warna Mediasindo
*Mahasiswa KPI 2011 UIN Sunan Kalijaga

Senin, 20 Mei 2013

Yogya Pusat Buku Murah



Yogyakarta sebagai ikon kota pelajar di negeri ini. Telah memiliki sekitar 160 Perguruan Tinggi Negeri maupun Swasta. Banyaknya Perguruan Tinggi menjadikan Yogya ramai akan pelajar. Dengan kultur yang ramah dan tenang. Yogya bukan hanya dihuni para pelajar saja. Para wirausahawan datang dan bergerilya untuk menyalurkan hidup mereka. Melihat kota Yogya sebagai ikon kota pelajar. Banyak yang memanfaatkan hal itu dengan jualan buku.
Hingga sampai saat ini toko buku di Yogya berkembang pesat. Bahkan sekarang Yogya memiliki pusat buku murah. Shoping Center itulah pusat toko buku murah yang sering dikenal oleh kalangan pelajar bahkan masyarakat luas. Berlokasi di kawasan komplek taman pintar dan di sebelah selatan pasar berinharjo dan malioboro. Kini Shoping Center telah dikenal diberbagai kalangan untuk belanja buku.
Menurut Bapak Sukardja (51) selaku anggota pengurus komplek buku taman pintar, “komplek ini sangtlah startegis karena dekat dengan 0 km.  dan terletak dikawasan tengah-tengah kota Yogya. Selain untuk berbelanja buku, kita juga bisa berwisata edukasi” cetusnya.

Komplek buku yang beroprasi mulai tanggal 26 Juli 2005 dan merintis sejak 40 tahun yang lalu. Pemilik komplek buku taman pintar ini adalah HJ Mas’ud yang juga pemilik salah satu  toko buku di Yogya. Komplek buku ini sangat terkenal di Yogya. Sebagai kota pelajar pastinya tidak akan luput dari buku. Di kompleks ini buku yang dijual disini harganya lebih miring daripada buku yang dijual di toko buku besar. Tidak hanya asal murah, di sini juga menjual koleksi buku yang langka (tidak diterbitkan lagi) sampe yang terbaru, mulai dari buku untuk anak-anak sampai orang dewasa. Seperti majalah anak, novel, kamus, buku untuk dunia perkuliahan dll.  Buku bekas pun ada disini. Harganya mulai dari 30 ribu rupiah sampe 5 juta untuk buku yang langka atau sudah tidak ditebitkan lagi.
Dengan buku yang relativ murah. Pastinya pelajar sangat menikmati akan hal ini. Karena buku merupakan media terpenting dalam menunjang pengetahuan. Dengan buku yang murah diharapkan para pelajar akan menjadi pintar. Sehingga kelak agar bisa merubah negeri ini menjadi lebih baik lagi.

 (fian-sofi)

Cerpen - Ceker Ayam



Oleh Agus Setiadi, mahasiswa Komunikasi dan Penyiaran Islam Konsentrasi Jurnalistik 2011 Fakultas Dakwah UIN Sunan Kalijaga

            Hidup yang semakin susah jangan dibuat susah. Itu prinsip yang dipegang Teguh dalam menjalani hidup. Piatu sejak kanak-kanak, ditingal merantau sang Ayah, dan hanya hidup dengan tiga adik, membuat Teguh bersikap lebih dewasa dari usianya. Seharusnya ia akan menjalani ujian akhir SMP. Terjadi kalau dulu selepas SD, dengan biaya yang tertatih-tatih sebelum Ayah memutuskan untuk meninggalkan keempat anaknya demi mencari kepingan rupiah, Teguh melanjutkan pendidikan ke SMP.
            Teguh masih mempunyai keinginan untuk sekolah hingga hampir tiga tahun ia lulus SD. Teguh berusaha berdamai dengan hatinya, dengan keadaan. Ia yakin suatu saat akan kembali melanjutkan pendidikannya. Satu prioritas Teguh saat ini adalah adik-adiknya tetap sekolah. Ridho, adik pertama kelas 5. Vita, adik kedua kelas 3 dan Fadhil si bungsu kelas 1. Setiap hari mereka hidup sederhana di tengah kesederhanaan. Entah adik-adik Teguh yang sudah mengerti keadaan, atau mungkin pemahaman itu datang sendiri, mereka tidak banyak meminta ini dan itu.
            Saat teman-teman lain seusia mereka mendapatkan barang yang menjadi impian, adik-adik Teguh tidak ikut latah karenanya. Mereka sama sekali tidak mengeluh. Tetap bermain dengan teman sebaya. Tidak pernah mengungkit-ungkit nasib mereka, bahkan tidak pernah menanyakan kapan Ayah pulang. Terakhir pertanyaan itu terlontar, sebulan setelah Ayah pergi ke pulau lain di negeri ini. Selama sebulan itu baik Ridho, Vita, maupun Fadhil selalu menanyakan kapan Ayah pulang. Hampir setiap hari dengan pertanyaan yang sama. Si bungsu lebih sering bertanya. Teguh dengan sabar menjelaskan kepada adik-adiknya. Ayah pasti pulang. Suatu saat nanti.
[]
            Tiga tahun berlalu dan Ayah belum sekalipun pulang menemui keempat anaknya. Hanya enam bulan pertama Ayah mengirimkan uang sekaligus surat yang menanyakan kabar Teguh dan adik-adiknya. Teguh sudah rindu sekali dengan Ayahnya. Ketiga Adiknya mungkin mempunyai rasa yang sama, hanya saja mereka ingin menjaga perasaan sang kakak yang berjuang sendiri demi mereka bertiga.
            Pagi itu mereka sarapan dengan taburan garam. Nasi yang tersisa hanya untuk mereka bertiga. Tanpa banyak kata, ketiga adik Teguh makan dengan lahap sebelum berangkat ke sekolah. Teguh tengah memotong-motong kayu bakar untuk dijual. Uangnya lumayan untuk membeli beras dan beberapa bungkus ikan asin. Ia sebenarnya lapar. Sejak kemarin siang sama sekali perutnya belum terisi. Kemarin Teguh hanya sempat makan pagi. Selebihnya ia memikirkan ketiga adiknya. Makanan pagi itu akhirnya habis juga. Makanan terakhir mereka. Teguh lebih baik tidak makan asalkan adik-adiknya tetap makan.
            “Kak, kami ke sekolah dulu ya.” Ridho berjalan mendekati Teguh yang tengah mengusap peluh di dahinya. Masih pagi tapi terasa panas bagi Teguh. Sudah sejak subuh Teguh berusaha mencari kayu bakar, memotongnya, dan saat matahari agak tinggi, kayu-kayu itu akan dijual ke pasar.
Ridho, Vita, dan Fadhil mencium punggung tangan Teguh. Rutinitas pamit setelah Ayah merantau. Mereka bertiga bersekolah di tempat yang sama. Berangkat ke sekolah bersama dan tidak meminta uang saku. Teguh ingin sekali memberi mereka uang saku, tapi ia sadar betul, tidak ada sekeping uang pun untuk bekal mereka selama di sekolah.
            Walau begitu, Teguh masih bersyukur mempunyai sepetak tanah kecil yang terdapat beberapa tanaman singkong dan tanaman lain yang entah apa namanya. Teguh sering memasak tanaman itu. membuatnya menjadi sayur menemani jamuan makan yang sederhana. Pagi itu cukup dengan garam saja karena Teguh belum sempat memasak untuk mereka.
            Kayu-kayu siap dijual. Teguh hanya perlu mengikatnya dan mengangkut menuju pasar yang terletak dua kilometer dari rumahnya yang sempit. Rumah yang terbuat dari bilik bambu dan penuh lubang, rumah sederhana yang agak jauh dari tetangga lainnya. Teguh melepas lelah sambil berusaha melupakan perutnya yang lapar.
            Sejenak Teguh melamun. Ingatannya kembali ke masa lalu, saat Ibu masih ada. Kehidupan mereka tetap sederhana, tapi kondisinya masih lebih baik. Ayah selalu ada untuk mereka. Bekerja setiap hari di kebun kecil mereka, menjual hasil kebun apa adanya. Teguh sudah terbiasa membantu Ayah di kebun dan mencari kayu bakar. Bekal yang membuat Teguh mampu bertahan hidup di tengah kesendirian kini.
            Ibu meninggal saat Teguh kelas 5. Ibu tidak sakit apa-apa. Ibu pergi begitu saja. Malam sebelumnya Ibu bahkan masih bersikap biasa. Tidak memerlihatkan perubahan atau keanehan apapun. Paginya, Ibu tertidur tanpa terbangun. Kehilangan yang membuat Teguh merasa sendirian. Rasa kehilangan untuk pertama kali.
            Tahun pertama kepergian Ibu, kehidupan berusaha berjalan senormal mungkin. Ayah tetap mengolah kebunnya, menjual kayu bakar, dan memberikan hasilnya untuk biaya sekolah anak-anaknya.
            Teguh akan menangis mengingat masa lalu itu. Masa sebelum Ayah pergi merantau dan Ibu pergi untuk selamanya. Teguh segera menyeka matanya yang mulai basah. Ia tidak akan membiarkan air mata keluar demi meratapi nasib hidup. Sesulit apapun hidup, Teguh tidak akan pernah menangis. Ia berjanji kepada dirinya sendiri. Lelaki tidak pernah menangis. Lelaki selalu kuat.
            Ketiga adik Teguh menyisakan sarapan mereka. Tiga piring yang tergeletak di atas meja, masih menyisakan sedikit nasi. Mereka sengaja tidak menghabiskannya. Teguh yakin mereka masih lapar. Nasi pagi itu terlalu sedikit. Teguh tidak keberatan dan rela mereka menghabiskan sarapan. Ia bisa makan nanti, setelah kayu bakar terjual. Teguh duduk di lantai. Meja rendah tanpa kursi. Teguh menyatukan sisa sarapan ketiga adiknya dalam satu piring. Cukup untuk mengganjal perut. Teguh berjanji setelah kayu bakar terjual, ia akan membelikan makanan yang sedikit lebih enak dari biasanya, demi sang adik. Teguh yakin kayu bakarnya kali akan terjual dengan harga yang cukup lumayan. Ia sudah mencarinya sebanyak yang ia bisa.
[]
            “Hanya segini Pak?”
            “Kau maunya berapa? Itu harga yang sesuai untuk kayu bakarmu.”
            “Tapi Pak…”
            “Ah, sudahlah. Pergi saja sana. Bilang sama orangtuamu, harga kayu bakar sekarang turun.”
Teguh menelan ludah dan memasukkan uang hasil kayu bakar ke dalam saku. Kayu bakar yang dibawa Teguh sedikit lebih banyak dari biasanya. Makanya ia yakin bisa menukarnya dengan uang yang sedikit lebih banyak. Teguh ingin membeli daging ayam. Walau hanya sedikit, yang penting Teguh bisa mempersembahkan makanan yang istimewa untuk ketiga adiknya. Selama ini mereka hanya makan nasi dengan ikan asin dan sayuran dari kebun kecil mereka. Teguh bahkan lupa kapan terakhir kali makan daging ayam.
            Uang hasil kayu bakar kali ini hanya cukup untuk membeli beras beberapa liter beras dan beberapa bungkus ikan asin. Belum cukup untuk membeli daging ayam, walau hanya sepotong paha saja. Teguh melihat penjual daging ayam yang tengah sibuk melayani pembeli. Ia menelan ludah. Ingin rasanya membeli sedikit daging itu.
            Uang hasil penjualan kayu bakar akan langsung habis jika digunakan untuk membeli sepotong daging. Lalu uang untuk membeli beras bagaimana? Teguh bimbang. Ia ingin membeli daging ayam untuk ketiga adiknya, namun ia juga butuh beras untuk makan hari ini. Teguh menarik napas memantapkan hati. Ia akan mencoba membeli daging ayam dengan uang di tangannya. Semoga saja masih ada sisa uang barang sedikit.
            “Bu, beli daging ayam,” kata Teguh sambil menyodorkan uang di tangannya.
Ibu itu menerima uang dari tangan Teguh dan menghitungnya.
            “Masih belum cukup Dik.”
            “Uang itu bisa dapat berapa, Bu?”
            “Wah… nggak bisa ya. Harga ayam sekarang naik. Apa-apa serba naik. Uang ini nggak cukup. Sepotong paha ini saja masih kurang,” kata Ibu Penjual Daging Ayam sambil menunjuk potongan kecil paha ayam.
            “Tapi Bu… saya ingin beli…”
            “Bilang sama ibumu, uangnya belum cukup.” Ibu itu kembali sibuk memotong daging ayam jualannya. Teguh menggenggam uang di tangannya sambil matanya terus menatap daging ayam itu. Aku ingin. Aku ingin. Aku ingin. Sudah saatnya gizi ketiga adiknya sedikit mendapat perbaikan. Hari ini harus makan daging.
            Teguh masih berdiri mematung menatap penjual ayam dari kejauhan. Pasar semakin ramai. Penjual daging ayam itu semakin ramai dikunjungi pembeli. Teguh kembali menelan ludah. Mengambil sepotong kecil daging ayam bukan masalah untuk Ibu itu. Teguh berjalan pelan mendekati penjual daging ayam. Menyelinap diam-diam dan bersiap mengambil sepotong ceker ayam yang tergeletak di dekat potongan-potongan daging ayam. Daripada dibuang, mending aku ambil.
            “Apa yang kau lakukan? Maling ya?” Ibu penjual daging ayam menangkap basah Teguh yang tengah mengangkat diam-diam sepotong ceker ayam.
            “Maling… maling… Ada maling…” Si Ibu berteriak-teriak. Refleks Teguh berlari sambil membawa sepotong kaki ayam di tangan. Pasar tumpah-ruah. Teguh berlari menembus keramaian. Teriakan Ibu penjual daging ayam membuat beberapa orang mengejar Teguh. Mereka juga berteriak sama.
            “Maling… maliiing…”
Teguh sudah berlari sekuat ia bisa, namun orang-orang dewasa yang mengejarnya berhasil menangkapnya. Tanpa dikomando, mereka, orang-orang dewasa itu, memukuli habis-habisan Teguh, remaja berusia 13 tahun bertubuh kurus. Teguh berusaha melindungi dirinya. Ia tetap menggenggam sepotong ceker ayam. Orang-orang dewasa itu begitu bersemangat menghajar remaja tanggung yang menanggung hidup tiga adiknya.
            Tubuhnya sakit. Tubuhnya perih. Darah mengalir dari pelipisnya. Teguh melihat Ibu. Ibu yang berdiri sambil tersenyum bercahaya.
            “Kemarilah Nak. Ibu rindu sekali padamu.”
Yogya, 23 April 2013