Sumber: http://kabarinews.com
Indonesia merupakan
negara dengan penduduk terbesar keempat dunia dengan total populasi sekitar 255
juta penduduk yang tersebar dari Sabang sampai Merauke.[i]
Salah satu negara di Asia Tenggara yang terkenal karena kemajemukannya ini
telah banyak disorot dari berbagai penjuru dan menarik siapapun untuk datang berkunjung menyaksikan
secara langsung. Budaya, bahasa, suku, agama dan ras berbaur menjadi satu di
dalam bumi nusantara di bawah semboyan Bhinneka Tunggal Ika.
Heterogenitas yang
melekat dalam diri Indonesia tak serta merta mendatangkan keuntungan. Ada
beberapa aspek yang menjadikan Indonesia mendapatkan persepsi negatif, bahkan
fenomena tersebut telah menjadi budaya bagi masyarakat Indonesia. Adanya
berbagai macam peraturan yang berlaku merupakan bagian dari upaya menertibkan
masyarakat sehingga tercipta kehidupan yang aman dan damai. Baik peraturan
lisan maupun tulisan merupakan suatu hal yang telah disepakati bersama serta
memiliki sanksi bagi siapapun yang melanggar.
Peraturan yang berlaku
tidak semuanya bersifat mutlak. Ada beberapa peraturan yang setiap waktu
mengalami perubahan. Namun bukan itulah yang akan dikritisi, melainkan
kekonsistenan dan kepatuhan para pelakunya dalam melakukan setiap peraturan yang berlaku. Sepertinya kita harus
menanyakan kepada diri sendiri. Apakah selama ini saya selalu mematuhi
peraturan-peraturan yang ada? Tentu dari pertanyaan tersebut hanya diri
sendirilah yang mampu menjawabnya, karena diri sendiri tidak akan mungkin
berbohong. Pernahkah anda di saat lampu lalu lintas berwarna merah, kendaraan
anda tetap melaju? Pernahkah saat di lingkungan anda terdapat tulisan “Buanglah
sampah pada tempatnya”, anda membuang seenaknya saja dimanapun anda suka? Dan
pernahkah anda saat berada di lingkungan yang terdapat tulisan “No Smoking”,
anda tetap menghisap rokok anda? Tentunya beberapa pertanyaan tersebut hanya
diri kalianlah yang dapat menjawabnya.
Pertanyaan di atas
merupakan sekelumit dari beberapa peraturan yang ada di lingkungan kita.
Masalahnya adalah mengapa diri ini terlalu bebal untuk bisa memahami perintah
yang sudah dituliskan dengan huruf-huruf yang begitu jelasnya. Kecuali
penglihatan ini tak mampu untuk melihat atau tidak bisa membaca. Mirisnya lagi
adalah ketika kita sudah membaca perintah tersebut dan pura-pura tidak tahu.
Sementara sanksi-sanksi yang diterimanya telah membuatnya menjadi kebal bukan
jera. Suatu hari saya nyaris menjadi pelaku pelanggaran peraturan. Di salah
satu masjid universitas di Yogyakarta, terdapat bagian yang tidak diperbolehkan
untuk sholat di tempat itu bahkan telah diberi tulisan “Mohon tidak sholat di
sini”. Namun saya melihat masih ada beberapa orang yang tetap melakukan sholat
di tempat tersebut padahal tulisan peringatan itu cukup jelas terbaca. Lalu
teman saya yang berasal dari Sulawesi memperingatkan saya dengan mengatakan, (maaf
dengan bahasa yang santai) “Lu berlajar bahasa Indonesiakan? Jelas-jelas udah
ada tulisan gak boleh sholat di sini, ya jangan dilanggar.” Kurang lebih
seperti itulah bentuk peringatan teman saya yang bermaksud baik mengingatkan
saya akan peraturan tersebut. Dan di dalam hati saya mengucapkan “Terima kasih
banyak” atas bentuk keperdulian teman saya tersebut.
Rasa patuh dan taat
akan peraturan merupakan karakter yang seharusnya dilatih dan ditanamkan sejak
dini, yakni melalui kebiasaan untuk mendisiplinkan diri dan memahami
betul-betul bahwa sikap disiplin dan tanggung jawab yang dimiliki adalah untuk
kemaslahatan. Bukan semata-mata hanya sebagai formalitas tunduk dan menghormati
peraturan yang sudah dibuat.
Negeri Sakura dapat
dijadikan salah satu contoh untuk penerapan sikap disiplin. Sudah familiar
tentunya, bahwa Jepang memiliki tingkat produktivitas yang tinggi berkat
kedisiplinannya dan juga orang Jepang terkenal karena etos kerjanya yang luar
biasa. Seperti apakah bentuk kedisiplinan yang membudaya di Jepang dan mampu
menjadikan negara ini sukses?
1.
Prinsip
Disiplin Samurai
Prinsip
disiplin samurai yang mengajarkan untuk tidak mudah berputus asa. Pada awalnya
prinsip disiplin samurai ini lahir dari harakiri
(bunuh diri) dengan menusukkan pedang ke perut jika kalah bertarung. Dan
prinsip tersebut ternyata masih awet dan tertanam hingga saat ini, namun
digunakan untuk membangun ekonomi, menjaga harga diri, dan kehormatan bangsa
secara teguh.
2.
Prinsip
Bushido
Prinsip ini mengajarkan tentang semangat
kerja keras yang diwariskan turun temurun dan melahirkan proses belajar yang
tak kenal lelah.
3.
Konsep
Budaya Keishan
Konsep budaya ini menuntut kerajinan,
kesungguhan, minat dan keyakinan hingga akhirnya timbul kemauan untuk selalu
belajar dari orang lain.
4.
Prinsip
Kai Zen
Prinsip ini mendorong bangsa Jepang
memiliki komitmen tinggi pada pekerjaan. Perlu untuk selalu melaksanakan dan
menyelesaikan pekerjaan sesuai jadwal agar tidak menimbulkan pemborosan.
5.
Prinsip
jika perusahaan untung besar, pekerja juga akan untung
Prinsip inilah yang melahirkan sikap dan
mental kerja yang positif.
6.
Malu
pulang lebih cepat
Hal ini sepertinya berbanding terbalik
dengan realita di Indonesia. Tak banyak
orang yang rela untuk lembur dan menyelesaikan pekerjaan mereka hingga rampung.
Bahkan sebelum jam usai pekerjaan, sudah menyiapkan tas-tas mereka dan bersiap
untuk meninggalkan kantor. Berbeda dengan Jepang. Orang Jepang berpandangan
bahwa pulang lebih cepat dianggap sebagai pekerja yang tidak penting dan tidak
produktif. Bahkan tanpa adanya pengawaspun mereka dapat bekerja dengan baik,
penuh dedikasi dan disiplin.
7.
Waktu
kerja dan istirahat digunakan dengan baik
Ketika jam 8 pagi masuk kerja, tak ada
lagi obrolan dan canda, mereka langsung bekerja di komputer masing-masing atau
sibuk di depan workstation
masing-masing. Sedangkan ketika jam makan siang, mereka menghentikan aktivitas
dan bercanda ria dengan teman-teman mereka. Lah.. kalau di Indonesia gimana
ya?? Enggak jam kerja enggak waktu
istirahat kayaknya masih sempat untuk ngobrol.
8.
Tidur
30 menit di waktu istirahat
Jika 60 menit jam makan siang, rata-rata
pekerja membagi 30 menit untuk urusan makan siang, 30 menit untuk tidur sejenak
guna memulihkan energi lagi. Balance
bukan???
9.
Disiplin
pada hal kecil
Langsung ke contohnya aja nih. Di Jepang jika ada
sampah yang jatuh di area kerja, harus dipungut dengan tangan kosong, jika
menemukan punting rokok atau permen karet, harus segera dipungut, tidak perduli
siapa yang membuangnya dan tidak boleh berpura-pura seolah tidak melihatnya.[ii]
Beberapa bentuk
kedisiplinan yang menjadi budaya Jepang di atas harusnya membuat iri siapapun
yang mempunyai keinginan dan semangat untuk maju. Boleh gak sih ditiru? Harus. Jika kita masih memegang erat rasa “gengsi”,
kapan kita akan maju? Malu, yang lain sudah bisa keliling dunia sedangkan kita
masih berkutat di negara sendiri mencari strategi membenahi kerusakan yang
terjadi. Sedangkan strategi tersebut sudah disediakan dan telah terbukti
keberhasilannya. Budaya Keishan sepertinya patut ditiru, yakni untuk belajar
kepada orang lain. Dalam hal ini kita dapat belajar kepada orang-orang Jepang.
Lalu kapan kita akan
memulainya? Tidak ada kata terlambat
untuk berubah menjadi yang lebih baik. Berubahlah detik ini juga dan
biasakanlah. Lalu ajarkan, tanamkan dan biasakanlah untuk
keturunan-keturunanmu. Jika budaya tersebut terus dijalankan, cita-cita untuk
menjadi bangsa dengan generasi-generasi uggul dengan mengedepankan kedisiplinan
akan terwujud.
Mulailah untuk peka
terhadap lingkungan di sekitarmu. Hal kecil yang dapat kalian benahi maka
benahilah. Jika melihat sampah tercecer, maka pungutlah dan buanglah ke tempat
sampah. Jika melihat puntung rokok, maka pungutlah dan buanglah ke tempat
sampah. Jika berkendara, patuhilah warna-warna lampu lalu lintas yang telah
ditetapkan demi keselamatan bersama. Jika terdapat tulisan “No Smoking”, maka
simpanlah dulu rokokmu dan carilah tempat yang disediakan untuk merokok dan
jauh dari masyarakat. Dan segala macam peraturan lainnya. (Widya R/BUKIT)
[ii] Nurul Aulia Rachma, 2014, Belajar Menerapkan Budaya Disiplin Kerja
Bangsa Jepang dalam Menghadapi AEC 2015, http://www.kompasiana.com/nurulauliarachma/belajar-menerapkan-budaya-disiplin-kerja-bangsa-jepang-dalam-menghadapi-aec-2015_54f43087745513942b6c88c7
Tidak ada komentar:
Posting Komentar