Alimatul Qibtiyah, perempuan
kelahiran Ngawi Jawa Timur September
1971. Alim, orang-orang memanggilnya putri ke-lima dari sembilan bersaudara
pasangan Bapak Bajuri dan Ibu Rifangati. Pada usia lima tahun dia diasuh oleh
pamannya yang tinggal di Madura. Harus berpisah dengan orang tua kandung
mengajarkannya kehidupan keras dan mandiri.
Menginjak usia remaja kemudian
malanjutkan ke sekolah agama di Madiun. Walaupun dengan kehidupan yang
terbatas, di sekolah dia menjual makanan kecil kepada teman-teman sekelasnya.
Dia lulusan terbaik kedua di Sekolahnya. Kemudian ditawari bibinya yang datang
dari Amerika memintanya untuk menjadi babysister, dia sangat senang sekali
tetapi tidak jadi dan bibinya memberi uang 50 ribu untuk ongkosnya pulang ke
rumah.
Dia berfikir apa harus pergi ke Jakarta
untuk bekerja, tetapi dia mengurungkan niatnya dan ingin melanjutkan sekolahnya
di Yogyakarta. Akan tetapi orang tua tidak mempunyai biaya dan akhirnya paman
dan orang tua kandungnya mengumpulkan uang . Yang paling dia ingat saat ibunya
menjual perhiasan yang dimiliki dengan sepada untuk biaya masuk ke IAIN Sunan
Kalijaga Yogyakarta.
Dengan penuh tekat dia ingin
belajar, tidur di kamar yang sangat kecil dan tidak pernah dipakai oleh
pemiliknya, temboknya berlumut, sempit, dan hanya beralas tikar. Dengan biaya
yang sangat terbatas dia menyambinya dengan menerima jasa ketikan teman-teman
sekelasnya. Bermodalkan dari mesin ketik yang diberi oleh seseorang kepadanya.
Dan mengajar privat ngaji di sebuah keluarga . Begitulah dia menyambung
kebutuhannya dengan biaya hidup yang terbatas. Cukup membantu pada semester
tiga dia mendapatkan beasiswa super semar sampai lulus.
Tahun 1995 lulus dan menjadi
dosen di Universitas yang sama pada tahun 1996. Menikah dengan Susanto Seorang
insinyur perminyakan pada tahun 1997.
Dia melanjutkan studinya mengambil jurusan
Psikologi Sosial di Universitas Gadjah Mada. Tak hanya itu, tahun 2003 dia juga
mendapatkan beasiswa S2 di Univerrsity of Northern Lowa in Cedar Falls, USA. Bertepatan
saat idul fitri dia mempresentasikan tesisnya dalam keadaan hamil tua
menggalami kontraksi 15 menit sekali, kemudian diumumkan bahwa dia mendapatkan
nilai A untuk tesisnya. Setelah semuanya selesai dan dia pergi kerumah sakit
dan anak keduanya lahir. Dia mendapatkan gelar PhD di University of Western of
Sydney, Australia.
Di didik oleh pamannya yang
bersikap aligater, dan kesukaannya dalam
meneliti tentang persoalan gender untuk menjadikan kehidupan perempuan yang
lebih baik. Dan sekarang menjadi sebuah ideologi baginya untuk memperjuangkan
hak-hak wanita. Saat ini dia aktif di organisasi perempuan Aisyiah Yogyakarta dan dosen di Universitas
Islam Negeri Yogyakarta. Mimpinya tak ingin bermuluk-muluk untuk menjadi
Menteri pemberdayaan perempuan, hanya ingin menjadi staf ahli pemberdayaan
perempuan. Sosok yang sangat menginspirasi bagi para perempuan indonesia.
Ira Ambar
Mabruk...🥇🥇🥇
BalasHapus